VIVAnews - Kabar wafatnya pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur KH Abdullah Faqih langsung menyebar. Ucapan bela sungkawa terus bersahutan termasuk melalui BlackBerry.
Sejumlah kalangan mengaku ikut kehilangan berpulangnya kiai khos tersebut. Salah satunya dari KH Maman Imanul Haq. Kerabat dekat KH Faqih asal Cirebon itu mengaku mendapat kabar petang tadi.
Maman mengaku terakhir bertemu almarhum KH Faqih saat menjalani perawatan di salah satu Rumah Sakit di Surabaya. Ia menyebut,
di usianya yang semakin tua Kiai Faqih kerap keluar masuk rumah sakit.
"Beliau memang kerap keluar masuk rumah sakit. Sekitar 3 bulan lalu saya masih sempat bertemu. Maaf, saat ini sedang dalam perjalanan menuju Ponpes Langitan," katanya.
Sejarah mencatat, nama tokoh NU yang disegani ini mencuat menjelang Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) beberapa waktu lalu. Itu berkaitan dengan pencalonan KH Abdurrahman Wahid yang muncul sebagai Presiden RI.
Saat itu, tentang pencalonan Gus Dur muncul dua perbedaan di kalangan kaum Nahdliyin yang dipelopori oleh 'Poros Tengah' sementara yang lainnya bersikap sebaliknya. Saat itu, dua kandidat utama yakni BJ Habibie dan Megawati sama-sama juga terhalang risiko tinggi, terutama para pendukung fanatiknya.
Menghadapi situasi itu sejumlah kiai sepuh di NU menggelar pertemuan di Ponpes Langitan Tuban. Hingga akhirnya muncul istilah 'Poros Langitan' yang merupakan suara para kiai berpengaruh yang ikut mewarnai pencalonan Gus Dur maju sebagai presiden.
Back Up
Effendi Choirie, salah satu santri Kiai Faqih, menyatakan gurunya ini sebenarnya tidak terlibat langsung dalam politik. Kiai Faqih berperan sebagai penyokong atau Gus Choi mengistilahkan sebagai "back up."
"Dulu membantu di Partai NU, PPP, PKB, dan akhirnya ketika PKB ribut-ribut, ikut berperan mendirikan partai baru lagi," kata Gus Choi yang sampai kini masih bertahan di PKB itu.
"Kalau tanpa restu beliau, PKNU tak berdiri," kata Gus Choi menyebut Partai Kebangkitan Nasional Ulama. (eh)
Sejumlah kalangan mengaku ikut kehilangan berpulangnya kiai khos tersebut. Salah satunya dari KH Maman Imanul Haq. Kerabat dekat KH Faqih asal Cirebon itu mengaku mendapat kabar petang tadi.
Maman mengaku terakhir bertemu almarhum KH Faqih saat menjalani perawatan di salah satu Rumah Sakit di Surabaya. Ia menyebut,
di usianya yang semakin tua Kiai Faqih kerap keluar masuk rumah sakit.
"Beliau memang kerap keluar masuk rumah sakit. Sekitar 3 bulan lalu saya masih sempat bertemu. Maaf, saat ini sedang dalam perjalanan menuju Ponpes Langitan," katanya.
Sejarah mencatat, nama tokoh NU yang disegani ini mencuat menjelang Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) beberapa waktu lalu. Itu berkaitan dengan pencalonan KH Abdurrahman Wahid yang muncul sebagai Presiden RI.
Saat itu, tentang pencalonan Gus Dur muncul dua perbedaan di kalangan kaum Nahdliyin yang dipelopori oleh 'Poros Tengah' sementara yang lainnya bersikap sebaliknya. Saat itu, dua kandidat utama yakni BJ Habibie dan Megawati sama-sama juga terhalang risiko tinggi, terutama para pendukung fanatiknya.
Menghadapi situasi itu sejumlah kiai sepuh di NU menggelar pertemuan di Ponpes Langitan Tuban. Hingga akhirnya muncul istilah 'Poros Langitan' yang merupakan suara para kiai berpengaruh yang ikut mewarnai pencalonan Gus Dur maju sebagai presiden.
Back Up
Effendi Choirie, salah satu santri Kiai Faqih, menyatakan gurunya ini sebenarnya tidak terlibat langsung dalam politik. Kiai Faqih berperan sebagai penyokong atau Gus Choi mengistilahkan sebagai "back up."
"Dulu membantu di Partai NU, PPP, PKB, dan akhirnya ketika PKB ribut-ribut, ikut berperan mendirikan partai baru lagi," kata Gus Choi yang sampai kini masih bertahan di PKB itu.
"Kalau tanpa restu beliau, PKNU tak berdiri," kata Gus Choi menyebut Partai Kebangkitan Nasional Ulama. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar