1 Maret 2012

aYAM

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

Ternyata... ayam juga suka musik

Rabu, 22 Februari 2012 15:36 WIB | 3430 Views
Terapi Musik Untuk Ayam Fauzi (29) memutar musik di kandang ayam pedaging miliknya di Jalan Raya Sumbersuko, Tajinan, Malang, Jawa Timur, Selasa (21/2). Peternak ayam pedaging di kawasan tersebut menggunakan musik yang diputar selama 24 jam penuh untuk terapi pada ayam peliharaannya agar tidak kaget dan stress saat terdengar bunyi mendadak seperti knalpot sepeda motor, bunyi mesin dan petasan. Tingkat kematian ayam pedaging di kawasan industri tersebut mencapai kisaran 40 persen per kandang. (FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto) ()
 Sejak menggunakan terapi musik, kami berhasil memanen ayam secara sempurna, dan dilakukan empat kali dalam setahun. Padahal, sebelum menggunakan terapi musik, sekitar 30 persen dari 1.000 ayam kami mati setiap kali panen.
Malang (ANTARA News) - Mendengarkan musik dipercaya membawa manfaat cukup banyak bagi kesehatan, sehingga musik pun kadang dibuat sebagai terapi tersendiri dalam sebuah penyembuhan, termasuk juga bagi ayam di peternakan di desa Sumbersuko, Tlogowaru, Kota Malang.

Boleh percaya atau tidak, hal ini sudah dilakukan sejak tiga tahunan lalu oleh ratusan peternak ayam pedaging di wilayah yang terletak di berbatasan antara Kota Malang dan Kabupaten Malang, Jatim, tersebut.

Bukan lantas si ayam berjoget bila diperdengarkan lagu-lagu yang "hot" atau dangdut, dan akan terlelap bila mendengar musik bernuansa mendayu atau "slow". Terapi musik ini agar si ayam pedaging tidak jadi kagetan, lantas klenger (mati, Red).

"Sejak menggunakan terapi musik, kami berhasil memanen ayam secara sempurna, dan dilakukan empat kali dalam setahun. Padahal, sebelum menggunakan terapi musik, sekitar 30 persen dari 1.000 ayam kami mati setiap kali panen," kata Ahmad Fauzi (29), salah satu peternak di wilayah itu.

Terapi musik untuk ayam ini sudah populer di kalangan peternak kawasan Kelurahan Tlogowaru, sehingga hal itu bukanlah dianggap aneh bagi masyarakat setempat, meski secara medis belum ada penelitian yang menyebutkan dampak kesehatan ayam ketika mendengarkan musik.

Fauzi menuturkan, kepercayaan terapi musik untuk ayam itu didapat dari peternak lainnya, hal ini dilatarbelakangi dari sifat ayam yang mempunyai jantung lemah, sehingga apabila ayam bersangkutan sering didengarkan musik, ayam itu tidak akan mudah jatuh sakit atau mati.

Fauzi mengaku, pernah suatu hari tepatnya di bulan puasa tidak menggunakan terapi musik bagi ayam, namun selang satu bulan, beberapa ayam miliknya mati akibat dentuman suara keras petasan milik warga, dan suara motor yang lalu-lalang di kawasan Sumbersuko.

"Terapi musik untuk ayam ini, adalah salah satu cara agar ayam bisa beradaptasi dengan suara-suara keras di sekitar kandang, sehingga tidak mudah kaget atau bahkan mati ketika mendengar dentuman suara keras," papar Fauzi yang mengaku menjadi peternak sejak setahun lalu.

Sementara dalam menggunakan terapi musik, Fauzi harus merelakan radio/tape miliknya diletakan di kandang ayam selama 24 jam, sehingga suara lagu yang keluar dari radio/tape itu terus menggema di kandang ayam miliknya yang berukuran sekitar 5x12 meter.

"Lokasi kandang ayam lumayan jauh dari kawasan rumah warga, namun dekat dengan jalan raya, sehingga musik yang keluar dari radio/tape tidak sampai menganggu penduduk, sebab saya menyalakan musik itu selama 24 jam," tuturnya.


Flu burung

Ketika ditanya mengenai kaitan terapi musik untuk ayam dalam pencegahan terjadinya virus flu burung, Fauzi membantah, sebab virus itu terjadi karena kurangnya kebersihan kandang ayam, sehingga mudah terkena penyakit.

Dalam mengantisipasinya, Fauzi mengaku selalu membersihkan kandang ayam secara total ketika panen, dan melakukan pemeriksaan selang atau pipa air minum ayam setiap hari, sehingga dengan adanya kebersihan kandang ayam, munculnya penyakit atau virus flu burung dapat dicegah.

"Terapi musik untuk ayam adalah salah satu upaya menguatkan daya tahan tubuh si ayam agar tidak mudah terkena penyakit. Namun untuk kasus flu burung, yang paling penting adalah terletak pada kebersihan kandang dan pemberian vaksin kepada ayam," tukasnya.

Meski demikian, Fauzi yang memiliki ayam piaraan sebanyak 1.500 ekor itu tetap mengkhawatirkan serangan virus mematikan dan membahayakan manusia tersebut.

Untuk itu, pihaknya berharap agar Dinas Kesehatan dan Peternakan Kota Malang memberikan jaminan ketenangan dan pencegahan apabila virus itu menyerang ayam di wilayahnya.

Sebelumnya, serangan virus flu burung menyerang beberapa unggas milik peternak di Kelurahan Tamanan, Kecamatan Bugulkidul, Kota Pasuruan beberapa waktu lalu.

Staf Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Kota Pasuruan, drh Huda Dwi Novanto menjelaskan, sejumlah unggas milik warga yang mati mendadak itu diketahui positif terserang flu burung.

Ia menjelaskan, sebanyak 18 ekor ayam piaraan warga RT2/RW3 mendadak mati. Ayam-ayam yang mati itu oleh pemiliknya kemudian dikubur. Namun, dua di antaranya dibawa Dinas Peternakan Kota Pasuruan untuk diteliti ke Laboratorium Peternakan di Malang.

Sedangkan dalam pencegahannya, Pemkot Malang melalui Dinas Kesehatannya (Dinkes) memberlakukan zonasiasi pasar Tradisional di wilayah setempat.

"Tujuannya adalah pencegahan penyebaran virus flu burung dari Pasuruan ke pasar tradisional di Malang, meski sampai saat ini belum ada temuan kasus itu di Malang," kata Kepala Dinkes Kota Malang, Enny Sekarengganingati.

Selain itu, Dinkes juga akan melakukan lokalisir para peternak dan pedagang unggas di sejumlah pasar tradisional, sehingga tidak bercampur dengan para pedagang yang lain, hal ini agar kalau terjadi sesuatu, bisa langsung diisolir dan mudah ditangani.

Enny meminta, agar para pedagang di pasar tradisional mengubah perilaku kotor menjadi bersih, oleh karena itu, pihaknya akan menyediakan wastafel dan poliklinik untuk membersihkan diri.

(E012)

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

Obituari - Perginya "juru damai" KH Abdullah Faqih

Kamis, 1 Maret 2012 02:34 WIB | 2030 Views
Surabaya (ANTARA News) - Innalillahi, pengasuh Pesantren Langitan, Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, KH Abdullah Faqih (82) telah pergi meninggalkan ribuan santri dan pengagumnya pada Rabu (29/2) pukul 19.00 WIB.

"Abah (ayah) meninggal dunia karena memang sudah `sepuh` (sangat tua), namun ayah memang sempat masuk Graha Amerta RSUD dr Soetomo Surabaya pada 2 Oktober 2011 hingga sekitar seminggu," ucap KH Ubaidillah Faqih, putra almarhum KH Abdullah Faqih.

Salah seorang dari 10 putra almarhum itu menceritakan, ayahandanya menjalani perawatan di Graha Amerta setelah mengalami stroke ringan akibat jatuh, namun setelah membaik akhirnya menjalani perawatan di rumah hingga meninggal dunia pada 29 Februari 2012.

Para wartawan yang ikut menjadi saksi saat-saat melambungnya nama "guru spiritual" almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada awal era reformasi (1998) itu akan tahu betapa almarhum tidak menyukai publikasi.

"Kami menerima pesan dari kiai, kiai tidak bersedia menerima wartawan," ujar santri almarhum bila ada wartawan yang datang untuk mewawancarainya.

Ya, nama Kiai Abdullah Faqih mencuat menjelang Sidang Umum MPR 1998, terutama berkaitan dengan pencalonan Gus Dur sebagai presiden, sehingga para wartawan pun memburunya.

Saat itu, suara kalangan "nahdliyin" (warga NU) terbelah, ada yang mendukung pencalonan Gus Dur dan ada yang sebaliknya.

Dalam situasi seperti itu, sejumlah kiai sepuh NU mengadakan pertemuan di Langitan, sehingga muncul istilah "Poros Langitan" yang fatwanya sangat berpengaruh pada pencalonan Gus Dur.

Pesan Kiai Abdullah Faqih untuk Gus Dur itu dibawa KHA Hasyim Muzadi (mantan Ketua Umum PBNU). Pesannya, "Kalau memang Gus Dur maju, ulama akan mendoakan". Restu Kiai Faqih itu membuat Gus Dur meneteskan air mata dan memeluk KHA Hasyim Muzadi.

"Sampaikan salam hormat saya kepada Kiai (Faqih). Katakan, Abdurrahman sampai kapan pun tetap seorang santri yang patuh kepada ucapan kiai," tutur Gus Dur kepada Hasyim Muzadi.

Namun, para wartawan tidak pernah menerima cerita itu langsung dari Kiai Faqih, karena kiai yang mengasuh lebih dari 3.000 santri itu memang tidak suka publikasi. Di mata para santri, "sang guru" memang sederhana, istiqomah, dan alim.

Kesederhanaan itu terlihat dari tempat tinggalnya yang terbuat dari kayu berwarna janur kuning dengan ukuran sekitar 7 x 3 meter dan di dalamnya ada seperangkat meja kursi kuno dan dua lemari berisi kitab-kitab, meski anak-anak almarhum tinggal di rumah berlantai dua.

Kiai Faqih lahir di Dusun Mandungan, Desa Widang, Tuban. Saat kecil, ia lebih banyak belajar kepada ayahandanya sendiri, KH Rofi`i Zahid.

Ketika beranjak remaja, Kiai Faqih "nyantri" pada Mbah Abdur Rochim di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Kiai Faqih juga pernah tinggal di Mekkah, Arab Saudi, untuk belajar kepada Sayid Alwi bin Abbas Al-Maliki, ayahnya Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki.

Setelah itu, Kiai Faqih kembali ke Pesantren Langitan yang didirikan pada l852 oleh KH Muhammad Nur, asal Desa Tuyuban, Rembang. Pesantren Langitan yang terletak di tepi Bengawan Solo yang melintasi Desa Widang (dekat Babat Lamongan) itu dikenal sebagai pesantren ilmu alat.

Para generasi pertama NU pernah belajar di Langitan, di antaranya KH Muhammad Cholil (Bangkalan), KH Hasyim Asy`ari, KH Wahab Hasbullah, KH Syamsul Arifin (ayahnya KH As`ad Syamsul Arifin), dan KH Shiddiq (ayahnya KH Ahmad Shiddiq).

Kiai Faqih (generasi kelima) memimpin Pesantren Langitan sejak l971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena usia lanjut. Kiai Faqih didampingi KH Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya.

Meski tetap mempertahankan nilai-nilai salaf, Pesantren Langitan di era Kiai Faqih lebih terbuka. Ia mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al Quran (TPA). Ada juga badan usaha milik pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel.

Kiai bersahaja itu juga mengarahkan pesantrennya agar lebih dekat dengan masyarakat, di antaranya ia mengirim dai ke daerah-daerah sulit di Jawa Timur dan luar Jawa.

Selain itu, Kiai Faqih juga menginstruksikan para santrinya Shalat Jumat di kampung-kampung, lalu membuka pengajian umum di pesantren di dekatnya.

Sosok teladan

Di balik kesederhanaan dan sikap anti-publikasi, Kiai Abdullah Faqih juga merupakan sosok teladan yang mementingkan masyarakat luas.

Untuk kepentingan masyarakat itulah, Kiai Faqih pernah meminta Gus Dur mencium tangan pamanda KH Yusuf Hasyim yang saat itu berseberangan dengannya. Gus Dur pun patuh kepada "sang guru".

Tidak jauh dari itu, Kiai Faqih jugalah yang mengajak Gus Dur dan KHA Hasyim Muzadi untuk bersalaman ketika keduanya "bermasalah".

Sikap Kiai Faqih yang sederhana, anti-publikasi, dan juga suka damai itu diakui Ketua Umum DPP PKNU H Choirul Anam yang akrab disapa Cak Anam.

"Saya sendiri sempat menjenguk beliau pada hari Ahad (26/2) lalu," kata salah seorang tokoh Ansor NU Jatim yang dikenal sebagai "orang dekat" Kiai Abdullah Faqih itu.

Pada pertemuan terakhir itu (26/2), katanya, dirinya sempat bertemu selama lima menit, namun dirinya sempat tertegun karena Kiai Abdullah Faqih sempat menangis.

"Almarhum mengatakan kamu ke sini (meminta untuk mendekat). Beliau meminta saya untuk berjuang terus. Saya izinkan kamu, saya ridhoi, kamu berjuang terus, jangan khilaf, ajak bersatu semua kawan," katanya, mengutip pesan almarhum.

Ditanya tentang sosok Kiai Abdullah Faqih, Cak Anam yang juga mantan wartawan itu menilai Kiai Abdullah Faqih merupakan sosok yang jarang berbicara tentang kedudukan (jabatan) dan "dunia" (uang).

"Beliau selalu mementingkan kejujuran dan moralitas. Kalau mendapat sumbangan dari orang, beliau selalu memilah, menyisihkan, dan akhirnya dikembalikan kepada kepentingan masyarakat," katanya.

Bahkan, kata penulis buku "babon" tentang NU itu, Kiai Abdullah Faqih sering menyumbang kegiatan PKNU dengan uang pribadi.

"Ketika PKNU akan bermuktamar, beliau bertanya apa sudah siap? Beliau pun menyerahkan sumbangan," katanya.

Oleh karena itu, kepergian Kiai Abdullah bukan hanya PKNU yang kehilangan. "Bukan hanya PKNU atau NU yang kehilangan beliau, tapi bangsa ini kehilangan sosok teladan yang lebih memikirkan orang lain daripada dirinya," katanya.

Rasa kehilangan juga dilontarkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Ia menyatakan wafatnya KH Abdullah Faqih merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.

"Wafatnya beliau merupakan kehilangan besar bagi kita, bukan hanya NU, tapi juga bangsa Indonesia," katanya.

Hal senada juga diungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa. Ia mengatakan, Indonesia kehilangan salah satu tokoh penyangga kekuatan spiritual dengan wafatnya KH Abdullah Faqih.

"Kiai Faqih merupakan salah satu penyangga kekuatan spiritual bangsa Indonesia. Saat negara mengalami berbagai krisis, beliau menggerakkan istighatsah dan berbagai wirid atau amalan keagamaan untuk memohon pertolongan Allah," katanya.

Di lingkungan NU, kata Khofifah, Kiai Abdullah Faqih merupakan sosok kiai sepuh yang menjadi panutan, sedangkan di pentas nasional Kiai Faqih mulai dikenal dan didengar serta diperhatikan berbagai pemikiran kebangsaannya saat awal reformasi.

"Gus Dur sendiri sering menjadikan fatwa Kiai Faqih sebagai referensi gerakan reformasi, misalnya saat mendirikan PKB dan saat mengambil keputusan pencalonan sebagai presiden," katanya.

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

itoday - Kiai Haji Abdullah Faqih pengasuh Ponpes Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur, wafat pada pukul 19.00 WIB. Almarhum wafat di kediaman kompleks Ponpes Langitan, setelah menderita sakit tiga bulan terakhir.
KH Faqih mengasuh Ponpes Langitan sejak 1971, menggantikan Kiai Kiai Abdul Hadi Zahid. Saat memimpin Ponpes Langitan di dampingi sang paman, Kiai Marzuki Zahid.
Ponpes Langitan sendiri didirikan pada l852 oleh Kiai Muhammad Nur, asal Tuyuban, Rembang. Generasi pertama Nahdlatul Ulama (NU) sempat menimba ilmu di Langitan. Di antaranya, Kiai Muhammad Cholil, Kiai Hasyim Asy`ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Syamsul Arifin ,dan Kiai Shiddiq.
Kendati Ponpes Langitan tetap mempertahankan paham salaf, KH Faqih telah membawa pesantren tua di Jawa Timur ini lebih terbuka.

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'
INILAH.COM, Jakarta - Kabar duka menyelimuti Nahdlatul Ulama (NU), salah satu kiai sepuh KH Abdullah Faqih dikabarkan meninggal dunia, Rabu (29/2/2012) malam.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Jafar menyebutkan bahwa Kiai Faqih wafat karena faktor usia yang memang cukup tua. "Karena umur, karena sudah sepuh aja," kata Marwan melalui pesan singkatnya kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (29/2/2012).

Sementara itu, untuk pemakaman pengasuh Ponpes Langitan, Tuban, Jawa Timur ini, kata Marwan, direncanakan besok, Kamis (1/3/2012). "Mungkin dimakamkan di Tuban, di pondoknya," ujar Ketua Fraksi PKB itu.

Untuk diketahui, Kiai Faqih ini merupakan salah satu guru spiritual mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Kabar wafatnya Kiai Faqih diumumkan secara resmi oleh Ponpes Langitan dalam situs resminya.

"Keluarga besar Pondok Pesantren Langitan Berduka Cita atas wafatnya KH Abdullah Faqih, pada Rabu 29 Februari 2012." [mar]

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'
VIVAnews - Salah satu kiai besar di Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Abdullah Faqih, meninggal dunia pada Rabu 29 Februari 2012 ini. Effendie Choirie, salah satu santri Faqih, mengonfirmasi kematian kiai yang dikenal sederhana itu.

Gus Choi, begitu panggilan Effendie Choirie, menyatakan berita kematian pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur, itu mampir ke teleponnya saat Maghrib, Rabu ini. Gus Choi sendiri menyebut Kiai Faqih sebagai gurunya.

"Saya tujuh tahun menjadi santri beliau," kata Gus Choi yang aktif sebagai politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Kiai Faqih meninggal di usia 69 tahun. Namun belum diketahui apa penyebab kematian pemimpin generasi kelima Pondok Pesantren Langitan ini.

Kiai Faqih dijuluki pula sebagai kiai khos atau utama Nahdlatul Ulama. Selain karena wawasan keilmuannya, Kiai Faqih dikenal karena laku hidupnya yang sederhana, jauh dari keinginan duniawi. (eh)

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

VIVAnews - Kabar wafatnya pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur KH Abdullah Faqih langsung menyebar. Ucapan bela sungkawa terus bersahutan termasuk melalui BlackBerry.

Sejumlah kalangan mengaku ikut kehilangan berpulangnya kiai khos tersebut. Salah satunya dari KH Maman Imanul Haq. Kerabat dekat KH Faqih asal Cirebon itu mengaku mendapat kabar petang tadi.

Maman mengaku terakhir bertemu almarhum KH Faqih saat menjalani perawatan di salah satu Rumah Sakit di Surabaya. Ia menyebut,
di usianya yang semakin tua Kiai Faqih kerap keluar masuk rumah sakit.

"Beliau memang kerap keluar masuk rumah sakit. Sekitar 3 bulan lalu saya masih sempat bertemu. Maaf, saat ini sedang dalam perjalanan menuju Ponpes Langitan," katanya.

Sejarah mencatat, nama tokoh NU yang disegani ini mencuat menjelang Sidang Umum (SU) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) beberapa waktu lalu. Itu berkaitan dengan pencalonan KH Abdurrahman Wahid yang muncul sebagai Presiden RI.

Saat itu, tentang pencalonan Gus Dur muncul dua perbedaan di kalangan kaum Nahdliyin yang dipelopori oleh 'Poros Tengah' sementara yang lainnya bersikap sebaliknya. Saat itu, dua kandidat utama yakni BJ Habibie dan Megawati sama-sama juga terhalang risiko tinggi, terutama para pendukung fanatiknya.

Menghadapi situasi itu sejumlah kiai sepuh di NU menggelar pertemuan di Ponpes Langitan Tuban. Hingga akhirnya muncul istilah 'Poros Langitan' yang merupakan suara para kiai  berpengaruh yang ikut mewarnai pencalonan Gus Dur maju sebagai presiden.

Back Up

Effendi Choirie, salah satu santri Kiai Faqih, menyatakan gurunya ini sebenarnya tidak terlibat langsung dalam politik. Kiai Faqih berperan sebagai penyokong atau Gus Choi mengistilahkan sebagai "back up."

"Dulu membantu di Partai NU, PPP, PKB, dan akhirnya ketika PKB ribut-ribut, ikut berperan mendirikan partai baru lagi," kata Gus Choi yang sampai kini masih bertahan di PKB itu.

"Kalau tanpa restu beliau, PKNU tak berdiri," kata Gus Choi menyebut Partai Kebangkitan Nasional Ulama. (eh)

29 Februari 2012

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

Tuban, Kompas - Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, KH Abdullah Faqih, Rabu (29/2) pukul 18.30, meninggal dunia di kediamannya. Kiai yang lahir pada 2 Mei 1932 ini meninggal dalam usia 80 tahun.
Ubaidillah Faqih, perwakilan keluarga, kepada wartawan menuturkan, KH Abdullah Faqih sempat dirawat selama empat bulan di Grha Amertha Surabaya. ”Sudah dua bulan di rumah dan kesehatannya membaik. Meskipun tidak bisa berjalan, bicaranya lancar, pendengaran dan penglihatan beliau normal,” katanya.
Para pelayat terus berdatangan ke rumah duka sejak pukul 19.00. Rencananya, jenazah dimakamkan Kamis (1/3) ini pukul 12.00 di pemakaman umum Desa Widang. Sebelum berpulang, KH Abdullah Faqih berpesan kepada keluarga agar melanjutkan pendidikan pesantren. Anak-anaknya dilarang menjadi pejabat di eksekutif ataupun legislatif.
Pengaruh KH Abdullah Faqih selama ini cukup besar, terutama di kalangan nahdliyin, yang sangat dihormati dan karismatik. Sejumlah politikus juga sering meminta dukungan kepada Kiai Faqih. Saat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dicalonkan sebagai presiden oleh Poros Tengah tahun 1999, Kiai Faqih cukup dikenal. Sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama lalu menggelar pertemuan di Pondok Pesantren Langitan, yang muncullah Poros Langitan.
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Choirul Anam, ”Ia adalah ulama yang benar-benar ulama, seorang ulama pejuang.” Semasa hidupnya, Kiai Faqih banyak terjun di bidang sosial dan politik. Ia memiliki ribuan santri.
Dalam usia tua, kata Anam, ”Ia masih memikirkan betul kondisi bangsa dan negara. Terakhir beliau masih bicara soal negara, tentang kenapa, kok, banyak korupsi dan banyak orang yang moralnya rusak. Ia berpesan agar semua itu diperbaiki.”
Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim KH Mutawakkil Alallah mengatakan, almarhum adalah sosok ulama besar. Ia tidak hanya pandai memberikan fatwa, tetapi juga memberikan contoh dengan perbuatan.(ACI/ARA)

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Widang, Kabupaten Tuban, KH Abdullah Faqih, atau dikenal Kiai Faqih, Rabu (29/2/2012) sekitar pukul 18.30 wafat. Kiai berpengaruh yang lahir 2 Mei 1932 itu tutup usia dalam usia 80 tahun.
Rencananya, Kiai Faqih dimakamkan di pemakaman umum Desa Widang, Kamis (1/3/2012) pukul 12.00.
Perwakilan keluarga, Ubaidillah Faqih, menjelaskan, Kiai Faqih meninggal saat santri selesai menunaikan shalat maghrib. Kiai Faqih sempat dirawat di Rumah Sakit Grha Amertha, Surabaya, dan sudah dua bulan pulang. Kondisinya makin sehat meskipun belum bisa berjalan seperti biasanya, bicaranya lancar, masih bisa beraktivitas seperti biasa, mengaji, tahlil. 
"Beliau menyatakan badannya makin sehat dan ingin ziarah ke Madinah. Ternyata itu isyarat beliau akan berpulang," kata Ubaidillah.
Kiai Faqih juga berpesan agar anak-anak maupun santri tetap meneruskan perjuangan menegakkan Islam dan menghidupkan pendidikan di pesantren. Sejak dulu beliau melarang anak cucunya menjadi pejabat. "Terkait pesantren nanti diasuh siapa akan dimusyawarahkan keluarga," kata Ubaidillah.
Hingga pukul 24.00 malam tadi, santri dan masyarakat serta tamu-tamu silih berganti datang ke Kompleks Ponpes Langitan. Mereka menggelar tahlilan dan memanjatkan doa untuk Kiai Faqih di masjid dan aula. Diantara tamu yang datang ada Ketua DPRD Bojonegoro HM Thalhah, dan Kepala Kepolisian Resor Bojonegoro Ajun Komisaris Besar Awang Joko Rumitro.
Sejumlah santri dan polisi mengatur arus lalu lintas di Jalan Raya Babat-Tuban untuk memudahkan tamu masuk ke kompleks pesantren. Sebagian lagi menyiapkan tenda dan segala sesuatu terkait pemakaman.

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'

MADIUN, KOMPAS.com — Alim ulama di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, merasa sangat kehilangan atas meninggalnya KH Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Lagitan, Widang, Kabupaten Tuban.
"Kiai Abdullah Faqih adalah panutan bagi kami. Beliau benteng negara ini untuk masalah moral dan spiritual. Karena itu, kami sangat kehilangan," ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia Madiun, Shodiq, Kamis (1/3/2012) di Madiun.
Apalagi, kata Shodiq, belum lama ini Jawa Timur kehilangan dua ulama, yakni KH Munif Djazuli, pengasuh Ponpes Al Falah, Ploso, Kediri, dan KH Imam Yahya, pengasuh Ponpes Lirboyo, Kediri.
KH Abdullah Faqih meninggal dunia dalam usia 80 tahun pada Rabu (29/2/2012) pukul 18.30 WIB.

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'


TUBAN, KOMPAS.com -- Ribuan orang mengiringi pemakaman pengasuh Pondok Pesantren Langitan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, KH Abdullah Faqih, Kamis (1/3/2012) sekitar pukul 13.00 WIB. Banyaknya masyarakat yang turut mengantarkan Kiai Faqih menuju pusara menyebabkan arus lalu lintas Babat-Tuban macet total.
Sebelum dimakamkan jenzah dishalatkan dalam beberapa gelombang dipimpin sejumlah kiai berbagai daerah. Di antara yang menjadi imam shalat jenazah adalah KH Maimun Adnan dari Gresik; KH Agus Ali Masyhuri dari Tulangan, Sidoarjo; KH Husein Jakfar Al Hadad dari Lamongan; KH M Mahdum dari Pati, Jawa Tengah; KH M Idris Abdul Khamid dari Pasuruan; dan Imam Abdul Rozak dari Bonang, Lasem, Jawa Tengah.
Usai shalat jenazah dan doa terakhir sekitar pukul 11.45 hujan deras mengguyur. Hujan reda saat shalat Dhuhur. Usai shalat Dhuhur jenazah Kiai Faqih dimakamkan.
Dalam kesempatan ini Bupati Tuban Fatkhul Huda dan Wakil Bupati Tuban Noor Nahar Hussein ikut shalat jenazah. Sebelumnya artis dangdut Inul Daratista juga datang ke rumah duku menyampaikan bela sungkawa.
Menurut Noor Nahar Hussein, masyarakat kehilangan salah satu sosok yang jadi panutan. "Bukan hanya bagi warga Tuban, atau Jawa Timur, tapi seluruh negeri ini merasa kehilangan," kata Noor.

Mengenang KH.ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'
Tuban - Jenazah almarhum KH Abdullah Faqih disalati di masjid komplek Pondok Pesantren Langitan, Widang Kabupaten Tuban. Ribuan pelayat secara bergelombang mensalati ulama kharismatik itu hingga 25 kali dengan imam berbeda-beda.

Dari pantauan detiksurabaya.com, ribuan pelayat menggelar salat jenazah KH Abdullah Faqiq di masjid di komplek ponpes.

Ribuan pelayat itu tidak bisa sekaligus berjamah mensalati jenazah, karena masjid tempat almarhum disalati tidak mencukupi dan berkapasitas ratusan jamaah saja.

Beberapa ulama secara bergantian mengimami salat jenazah pengasuh Ponpes Langitan ini seperti kiai dari Lamongan, Sidoarjo hingga kiai dari Pati, Jawa Tengah.

Setiap usai mensalati dan memanjatkan doa, jamaah salat sebelumnya bergeser dan diganti jamaah lain yang sebelumnya menunggu di luar masjid, untuk menunaikan salat jenazah.

Salat jenazah yang dimulai sejak pukul 10.30 Wib itu terus bergantian. Hingga pukul 11.15 Wib, sudah 25 kali jenazah KH Faqih disalati.

"Tidak ada pembatasan sampai berapa kali. Kesempatan salat jenazah sampai dzuhur, karena setelah salat dzuhur akan dimakamkan di makam keluarga," ujar salah satu pengurus Ponpes Langitan, Kamis (1/3/2012).

Makam keluarga KH Abdullah Faqih berjarak sekitar 500 meter di luar komplek ponpes. Namun, lokasi makam masih berada di wilayah Kecamatan Widang, Tuban.

Mengenang KH. ABDULLAH FAQIH

Jazakumullahu ahsanal Jaza'


KH Abdullah Faqih atau lebih dikenal Kiai Faqih merupakan anak KH Rofi'i Zahid yang lahir pada  2 Mei 1932 di Mandungan, Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Kiai Faqih memimpin Pondok Pesantren Langitan sejak tahun 1971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid. Ia didampingi pamannya, KH Ahmad Marzuki Zahid.
Ponpes Langitan sendiri didirikan 1852 oleh KH Muhammad Nur asal Tayuban, Rembang, Jawa Tengah. Saat dipimpin KH Faqih ponpes lebih terbuka, termasuk mengembangkan ilmu komputer, tetapi tetap mempertahankan salafiyah. Saat ini di Ponpes Langitan ada sekitar 3.000 santri.
Kiai Faqih pernah berguru ke Mbah Abdur Rochim, di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Ia juga pernah tinggal di Mekkah, Arab Saudi, belajar ke Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki, ayah Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki. Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki tercatat lima kali berkunjung ke Ponpes Langitan.
KH Faqih menikah dengan Hj Hunainah dan dikaruniai 10 anak, di antaranya Ubaidillah Faqih, Mujab Faqih, Abdullah Faqih, Abdillah Faqih, dan Maksum Faqih.
Kiai Faqih termasuk salah satu kiai khos atau kiai utama. Syarat kiai khos punya wawasan dan kemampuan ilmu agama yang luas, memiliki laku atau daya spiritual tinggi, mampu mengeluarkan kalimat hikmah atau anjuran moral yang dipatuhi dan jauh dari keinginan duniawi.
Ia tokoh sederhana, istiqomah, dan alim yang bukan sekadar pandai mengajar. Ia sekaligus menjadi teladan di antaranya selalu shalat berjamaah dan menjaga kebersihan.
Nama KH Faqih dikenal luas saat Pemilihan Presiden 1999. Saat itu ada perbedaan pendapat terkait pencalonan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden yang dipelopori poros tengah. Sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama mengadakan pertemuan di Langitan, yang  memunculkan Poros Langitan.
Dua hari menjelang Pilpres 1999, KH Hasyim Muzadi menemui Gus Dur untuk menyampaikan pesan Kiai Faqih. Isinya, jika Gus Dur maju dalm pilpres, ulama akan mendoakan, Gus Dur harus menjaga keutuhan di Partai Kebangkitan Bangsa yang mulai retak, serta menjaga hubungan baik kalangan nahdliyin dan pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Menurut Gus Dur (almarhum), KH Faqih termasuk seorang wali. Kewaliannya bukan lewat tariqat atau tasawuf, tapi karena kedalaman ilmu fiqihnya. Gus Dur sangat hormat dan patuh kepada Kiai Faqih.
Pada 31 Maret 2007 digelar deklarasi Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Ada 17 kiai yang merumuskan berdirinya PKNU agar tidak menyimpang dari syar'i, satu di antaranya KH Abdullah Faqih. Selain dia, ada KH Ma'ruf Amin (Banten), KH Abdurrochman Chudlori (Magelang), KH Ahmad Sufyan Miftahul Arifin (Situbondo), KH M Idris Marzuki (Lirboyo Kediri), KH Ahmad Warson Munawir (Krapyak Yogyakarta), dan KH Muhaimin Gunardo (Temanggung).
Juga ada KH Abdullah Sachal (Bangkalan), KH Sholeh Qosim (Sidoarjo), KH Nurul Huda Djazuli (Ploso Kediri), KH Chasbullah Badawi (Cilacap), KH Abdullah Adzim Abdullah Suhaimi (Mampang Prapatan Yogyakarta), MH Mas Muhammad Subadar (Pasuruan), KH A Humaidi Dakhlan (Banjarmasin), KH Thahir Syarkawi Pinrang Sulawesi Selatan), KH Aniq Muhammadun (Pati), Habib Hamid bin Hud Al Athos (Cililitan Jawa Tengah).
Nama besar Kiai Faqih sering dimanfaatkan untuk kepentingan politis. Saat ada pemilihan kepala daerah, tidak sedikit calon yang memohon dukungan dan restunya.
Pesan dan nasihat yang selalu diingat termasuk kepada Kompas adalah bertakwalah kepada Allah di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Selamat jalan kiai, semoga Allah menerima segala amal baikmu, dan mengampuni segala dosa kesalahanmu....

29 Januari 2012

pENDIDIKAn

Jazakumullahu ahsanal Jaza'


Pendidikan adalah hak semua. Setiap generasi, berhak mendapatkan pengetahuan yang sama dan kehidupan lebih baik. Tapi, tiap generasi tak selalu beruntung mendapatkan kesempatan itu. Kendalanya, karena tiap generasi tak semua lahir dari keluarga berada, tercukupi secara materi dan financial. Sehingga, pengetahuan hebat dan modern yang dapat mensejahterakan sebuah generasi, hanya dinikmati mereka yang mampu membayarnya.
Kesenjangan itu, tak harus diratapi. Tapi, mesti melahirkan solusi yang tak sebatas konsep dan retorika. Itulah yang menjadi pemikiran kami.
Saat ini, 
Waqaf adalah salah satu ibadah sunnah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang berwaqaf telah meninggal dunia.
Sesuai hadis Rasulullah SAW: “Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara. Yaitu : Shodaqoh jariyah (waqaf), ilmu yang bermanfaat, anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Bukhori)
Kesempatan Mulia bagi Anda berinvestasi dalam pembebasan tanah waqaf, pembangunan gedung serta sarana dan prasarana untuk Kampus.