27 Mei 2020

puasa ramadhan


Tentang Puasa

KITAB : SAFINATUN NAJA

(فصل) يبطل الصوم : بردة وحيض ونفاس أو ولادة وجنون ولو لحظة وبإغماء وسكر تعدى به إن عمَّا جميع النهار
 
*Batalnya Puasa*

Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan
- Mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.

*Penjelasan:*

*Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa dan Pahala Puasa*

Selain harus melaksanakan kewajiban-kewajiban pada saat puasa, kita juga dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan pahala puasa.

*Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa, terbagi menjadi 2 (dua) macam:*

*1. Membatalkan pahala puasa, ada 6 (enam):*

1. Ghibah, yaitu menyebutkan sesuatu tentang seseorang ketika orang tersebut tidak ada, sekiranya dia mendengar, dia akan merasa tidak suka, walaupun isi pembicaraan itu benar adanya.
2. Namimah, yaitu menyebarkan berita dengan tujuan terjadinya fitnah.
3. Bohong.
4. Melihat sesuatu yang diharamkan, atau melihat sesuatu yang halal namun dengan syahwat.
5. Sumpah palsu.
6. Berkata keji, atau melakukan perbuatan keji.

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَة فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. رواه البخاري

“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan keji, maka tidak ada perlunya bagi Allah, orang itu meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari)

*2. Membatalkan puasa, baik membatalkan pahalanya maupun puasa itu sendiri (karenanya wajib qadha) ada 7 (tujuh):*

▪Pertama, murtad pada saat puasa. Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala, atau mengingkari hukum syariat yang sudah menjadi konsensus ulama (mujma’ alaih). Di samping batal puasanya, ia juga berkewajiban untuk segera mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya. 

▪Kedua, mengalami haid pada saat puasa. Selain dihukumi batal puasanya, orang yang mengalami haid berkewajiban untuk mengqadha puasanya. Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal berkewajiban untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid.

▪Ketiga, mengalami nifas pada saat puasa. Bagi perempuan yang melahirkan dan darah nifasnya masih mengalir, maka tak boleh baginya berpuasa Ramadhan. Sebab, salah satu syarat sah puasa adalah bersih dari darah nifas. Namun, jika darah nifas berhenti dan masih di bulan Ramadhan, maka dia wajib untuk kembali berpuasa. Hal ini juga berlaku apabila berhentinya darah nifas sebelum waktu subuh, lalu dia baru mandi setelah masuknya waktu Subuh, maka puasanya sah.

Perempuan yang tidak puasa karena nifas, wajib baginya mengganti dengan meng-qadha bukan dengan membayar fidyah. Hukum ini juga berlaku bagi perempuan yang sedang haid. Hal ini selaras dengan hadis yang diriwayatkan ‘Aisyah r.a. ”Dahulu kami mengalaminya [haid], maka kami diperintah untuk mengqadha puasa tapi tak diperintah untuk meng-qadha shalat.” (HR Muslim).

▪Keempat, melahirkan. Melahirkan adalah membatalakn puasa baik itu mengeluarkan bayi atau mengeluarkan bakal bayi yang biasa disebut dengan keguguran. Misal, seorang ibu hamil sedang berpuasa tiba-tiba melahirkan di siang hari saat berpuasa, maka puasanya menjadi batal.

▪Kelima, gila (junun) pada saat menjalankan ibadah puasa. Ketika hal ini terjadi pada seseorang di pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang ia jalankan dihukumi batal.

▪Keenam, pingsan. Pingsan saat puasa tidak mengakibatkan batal puasa secara mutlak, tetapi puasa akan batal jika pingsan dalam kondisi khusus (pingsan sepanjang hari, pingsan sebelum subuh dan baru sadar setelah matahari terbenam), jika pingsan tidak sepanjang hari maka puasa tidak batal (sah).

▪Ketujuh, mabuk. Mabuk. Jika  disengaja,  maka  mabuk membatalkan  puasa  biarpun  sebentar. Seperti  dengan sengaja  mencium  sesuatu  yang  ia tahu  kalau  ia  menciumnya  pasti mabuk. Jika mabuknya adalah tidak  disengaja,  maka  akan  membatalkan  puasa  jika  terjadi  seharian  penuh.

Tetapi  jika  dia  masih merasakan  sadar  walau  hanya  sebentar  di  siang  hari  maka  puasanya  tidak  batal.  Misal  mabuk kendaraan  atau  mencium  sesuatu yang  ternyata  menjadikannya  mabuk sementara  ia  tidak  tahu  kalau  hal  itu  akan  memabukkan.  Maka  orang  tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar  di  siang  hari  walaupun sebentar.

*Beberapa permasalahan penting dalam hal ini:*

▪1. Hukum suntik boleh jika darurat (sangat dibutuhkan). Namun para ulama berbeda pendapat, apakah dapat membatalkan puasa atau tidak.
– Pendapat pertama mengatakan suntik dapat membatalkan puasa secara mutlak, karena benda yang disuntikkan sampai ke jalur makanan.
– Sedang pendapat kedua mengakatan, suntik tidak membatalkan puasa secara mutlak, karena benda yang disuntikkan sampai ke jalur makanan tidak melalui lobang terbuka dalam tubuh.
– Pendapat ketiga memperinci; jika benda yang disuntikkan merupakan makanan, puasanya batal. Jika bukan merupakan makanan, maka dilihat: jika suntikan di urat, maka membatalkan puasa. Jika tidak, seperti di otot, maka tidak membatalkan puasa.

▪2. Riak, hukumnya diperinci:
– Jika sampai keluar ‘batas luar’, kemudian ditelan, maka puasanya batal.
– Jika sampai ‘batas dalam’ saja, kemudian ditelan, maka puasanya tidak batal.
Batas luar adalah tempat keluarnya huruf kha’ (خ). Sedang batas dalam adalah tempat keluarnya huruf ha’ (ح).

▪3. Hukum menelan air ludah, tidak membatalkan puasa, karena sangat sulit dihindari, namun dengan 3 (tiga) syarat:

a. Air ludah tersebut murni, tidak bercampur benda atau materi lain.
b. Air ludah tersebut suci, tidak bercampur benda najis seperti darah.
c. Air ludah tersebut berada di dalam, seperti di mulut atau lidah. Dengan demikian, jika dia menelan air ludah yang sudah berada di bagian bibir yang berwarna merah, maka puasanya batal.

▪4. Hukum masuknya air dengan tanpa sengaja saat mandi, diperinci:
– jika mandi tersebut disyari’atkan (diperintahkan oleh syariat), seperti mandi wajib/mandi janabah, atau mandi sunnah (seperti mandi sebelum shalat Jum’at), maka puasanya tidak batal, dengan syarat mandinya dengan cara menyiramkan air. Jika dengan cara menyelam di air, maka puasanya batal.
– Jika mandinya tidak disyari’atkan, seperti mandi hanya untuk menyegarkan badan, atau untuk membersihkan badan, maka jika ada air masuk, batal puasanya, meskipun tidak disengaja, baik mandi dengan cara menyiramkan air atau menyelam di air.

▪5. Hukum jika ada air yang tertelan tanpa disengaja saat berkumur atau memasukkan air ke dalam hidung. Dalam hal ini hukumnya terperinci:

a. Jika berkumur itu disyari’atkan, misalnya dalam wudlu atau mandi besar, maka dilihat dahulu:
– Jika berkumurnya tidak dengan sangat, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya tidak batal.
– Jika berkumur dengan sangat, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya batal. Karena terlalu berlebihan dalam berkumur saat puasa hukumnya makruh.

b. Jika berkumurnya bukan termasuk perkara yang disyari’atkan, seperti berkumur dalam berwudlu atau mandi namun yang ke-empat kalinya (padahal yang disunnahkan hanya tiga kali), atau berkumur untuk menyegarkan mulut, dan sebagainya, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya batal, meskipun berkumurnya tidak dengan sangat.

▪6. Mengeluarkan mani (sperma), baik dengan tangan, atau tangan istrinya, atau dengan berhayal, atau dengan melihat (jika dengan berhayal dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan sperma), atau dengan tidur berbaring bersama istrinya. Jika sperma keluar dengan salah satu sebab di atas, maka puasanya batal. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
يَدَع طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي. متفق عليه
“Ia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya, karena-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ringkasan masalah dalam permasalahan ini adalah, bahwa keluarnya air mani terkadang membatalkan dan terkadang tidak membatalkan.

I. Membatalkan puasa, dalam 2 (dua) kondisi:
a. Dengan cara mengeluarkannya dengan sengaja, dengan cara apapun.
b. Jika menyentuh atau berhubungan dengan istrinya secara langsung tanpa penutup/pembatas semacam kain atau yang lain.

II. Tidak membatalkan puasa, dalam 2 (dua) kondisi:
a. Jika air mani keluar tanpa menyentuh atau berhubungan, seperti sebab berhayal atau melihat sesuatu (kecuali jika dengan berhayal dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan sperma, maka puasanya batal).
b. Jika keluar karena menyentuh, namun dengan menggunakan penutup/pembatas.
Catatan:

Hukum mencium saat puasa adalah haram jika sampai membangkitkan syahwat. Jika tidak sampai membangkitkan syahwat maka hukumnya makruh. Mencium tidak membatalkan puasa, kecuali jika sampai mengeluarkan air mani.

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ. متفق عليه

“Nabi saw mencium dan menyentuh (istrinya) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling bisa mengendalikan syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

▪7. Muntah dengan sengaja.

Muntah dapat membatalkan puasa, walau hanya sedikit. Yang dimaksud dengan muntahan adalah makanan yang keluar lagi, setelah sampai di tenggorokan, walaupun berupa air, atau makanan, walaupun belum berubah rasa dan warnanya. Jika muntah dengan tidak disengaja, puasanya tidak batal.

مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاء وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْداً فَلْيَقْضِ. صحيح أبي داود

“Barangsiapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan mengqadha. Dan barangsiapa yang sengaja muntah, maka ia harus mengqadha.” (Shahih Abu Dawud)
Jika seseorang muntah maka mulutnya menjadi najis, dengan demikian dia wajib:
– membersihkan mulutnya dengan air, dan
– menyangatkan dalam berkumur sampai air kumuran dapat membersihkan seluruh bagian mulutnya dalam batas luar (tempat keluarnya huruf kha’). Dalam kasus ini, jika ada air yang tertelan dengan tanpa sengaja, puasanya tidak batal, karena menghilangkan najis termasuk perkara yang disyari’atkan (diperintah oleh syari’at).

Semoga ibadah puasa kita pada bulan Ramadhan kali ini diberi kelancaran dan kesempurnaan serta menjadi ibadah yang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Amin yaa Rabbal ‘alamin.

والله اعلم بالصواب 

wa/NU mobile 085102499767 (abd.rahman)

Tidak ada komentar: